Laman

Kamis, 06 Juni 2013

Awan

Pengertian Awan
Awan adalah kumpulan titik air atau kristal es diudara yang terjadi karena kondensasi uap air di udara yang melebih titik jenuh. Terbentuknya awan dikarenakan udara yang banyak mengandung uap air mengalami proses pendinginan sehingga mencapai titik embun.
Proses pendinginan terjadi karena udara terdorong ke atas sampai atmosfir, dimana suhunya lebih rendah dibandingkan permukaan. Seiring dengan kenaikan udara panas di ketinggian, tekanan udarapun berkurang. Kondisi ini menyebabkan udara yang mengandung uap air menyebar dan mengalami pendinginan. Dan pada saat mencapai titik embun, udara menyatu dengan uap air. Seluruh uap air yang terkondensasi dalam udara tersebut membeku dan membentuk embun sehingga terlihat sebagai butiran-butiran awan.

Terbentuknya Awan
Udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air meluap menjadi titik-titik air, terbentuklah awan. Peluapan ini berlaku dengan cara:
  • Bila udara panas, lebih banyak uap terkandung didalam udara karena air lebih cepat menguap. Udara panas yang sarat dengan air akan naik tinggi, hingga tiba disatu lapisan dengan suhu yang lebih rendah, uap itu akan mencari dan terbentuklah awan, molekul-molekul titik air yang tak terhingga banyaknya.
  • Bila awan telah terbentuk, titik-titik air dalam awan akan menjadi semakin besari dan awan itu akan menjadi semakin berat, dan perlahan-lahan daya tarikan bumi menariknya ke bawah hingga sampai satu peringkat titik-titik itu akan terus jatuh ke bawah dan turunlah hujan.
  • Jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan menguap dan lenyaplah awan itu. Inilah yang menyebabkan awan selalu berubah bentuknya. Air yang terkandung di dalam awan silih berganti menguap dan mencair. Inilah yang menyebabkan kadang-kadang ada awan yang tidak membawa hujan.
Jenis-Jenis Awan
Awan dapat terjadi pada setiap tingkat atmosfer dimana ada kelembaban yang cukup untuk memungkinkan kondensasi berlangsung. Lapisan atmosfer dimana awan itu berada biasanya di lapisan troposfer, meskipun puncak beberapa badai petir sesekali menembus lapisan diatas troposfer (tropopause).

Karena berbagai macam suhu dan pergerakan udara di troposfer, awan bervariasi dalam struktur dan komposisi (kombinasi dari kristal es dan air). Akibatnya, awan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama: awan tingkat rendah, menengah dan tinggi.


1.      Awan tinggi, berada pada ketinggian 6-12 km di atas permukaan laut

a.       Cirrus
                  


Awan cirrus adalah Awan Tingkat Tinggi dengan ciri-ciri tipis, berserat seperti bulu burung. Pada awan ini terdapat kristal-kristal es. Terkadang puncak awan cirrus bergerak dengan cepat. Arah anginnya juga dapat bervariasi. Awan ini halus dan berstruktur seperti serat, sering tersusun seperti pita yang melengkung di langit. Sehingga seakan-akan tampak bertemu pada satu atau dua titik pada horizon, dan sering terdapat kristal es. Awan ini tidak menimbulkan hujan. Jika terkena sinar Matahari atau Bulan tidak akan menimbulkan bayangan
  
b.      Cirro stratus


Awan cirro stratus adalah sebuah lapisan cadar tipis yang biasanya menimbulkan halus. Matahari dan Bulan terlihat di garis yang jelas. Biasanya mengental menjadi menjelang altostratus depan hangat atau daerah tekanan rendah. Awan  cirro stratus berwarna putih cerah, kelihatan memiliki texture yang tipis dan lembut.

c.       Cirro cumulus 

Merupakan kelompok Awan Tingkat Tinggi antara 6 km-12 km. Awan ini terputus-putus dengan kristal-kristal es sehingga bentuknya seperti segerombolan domba dan dapat menimbulkan bayangan. Awan cirro cumulus adalah sebuah lapisan awan konveksi terbatas, muncul sebagai massa bulat kecil putih atau serpih dalam kelompok atau baris dengan riak seperti pasir di pantai. Awan cirro cumulus nampak mirip dengan awan Alto cumulus, namun kelihatan lebih rapat menyerupai sisik ikan.

2.      Awan menengah berada pada ketinggian 3-6 km di atas permukaan laut

a.       Alto Cumulus



Sebuah lapisan awan konveksi yang terbatas biasanya dalam bentuk patch tidak teratur atau bulat dalam kelompok massa, garis, atau gelombang. Alto cumulus tinggi mungkin mirip cirro cumulus tetapi basis menunjukkan setidaknya beberapa bayangan abu-abu terang. Awan ini kecil-kecil tetapi banyak. Biasanya berbentuk seperti bola yang agak tebal berwarna putih sampai pucat dan ada bagian yang kelabu. Awan ini bergerombol dan sering berdekatan sehingga tampaknya saling bergandengan.

b.      Alto stratus


Awan Alto stratus adalah awan yang memiliki karakter abu-abu namun sangat terang. Karena terang, garis-garis pinggirnya tidak keliatan dan seolah-olah awan itu menyatu dengan langit. Awan Alto stratus berpotensi bahaya, karena dapat mengakibatkan tumbuhnya es Awan yang nampak berserat dan seragam tapi berwarna kelabu atau kebiruan menutupi sebagian atau seluruh langit. 

3.      Awan rendah, kira-kira pada ketinggian 3 km di atas permukaan laut.

a.       Strato Cumulus


Srato cumulus adalah awan yang tebal luas dan bergumpal-gunpal
b.      Sratus

Stratus merupakan awan yangcukup rendah dan sangat luas. Tingginya di bawah 2000 m. Lapisannya melebar seperti kabut dan berlapis.

c.       Nimbo Sratus

Nimbo Stratus merupakan awan yang bentuknya tidak menentu dengan pinggir compang – camping. Di Indonesia awan ini hanya menimbulkan gerimis. Awan ini berwarna putih kegelapan yang penyebarannya di langit cukup luas.
4.      Awan yang terjadi karena udara naik, berada pada ketinggian 500-1500 m di atas permukaan laut.

a.       Cumulus

Awan cumulus letaknya rendah, terpisah-pisah. Bagian dasarnya berwarna hitam dan atasnya putih berbentuk kubah seperti kapas. Puncaknya berkepul-kepul membulat agak tinggi dan punya dasar horizontal, tebal, terbentuknya pada siang hari dalam udara yang naik.

b.      Cumulus nimbus

Cumbulus Nimbus merupakan awan yang berwarna putih / gelap. Terletak pada ketinggian kira-kira 1000 kaki dan puncaknya punya ketinggian lebih dari 3500 kaki. Awan ini menimbulkan hujan dengan kilat dan guntur. Awan ini berhubungan erat dengan hujan deras, petir, tornado dan badai

Faktor-faktor Penyebab Pemanasan Global




1.      Efek rumah kaca
Sumber energi yang ada di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.  Sebenarnya Efek rumah kaca sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpa Efek Rumah Kaca, Bumi akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

2.      Efek Umpan Balik
Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh  proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detai-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.

Umpan balik  lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah

3.      Variasi Matahari                                                                                 
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer  sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

4.      Pemakaian Freon
Pemakaian freon juga turut menyumbang kepunahan banyak jenis tanaman dan hewan karena freon yang lepas ke atmosfer menyebabkan lapisan ozon menjadi berlubang sehingga sinar ultraviolet dari matahari langsung menuju ke bumi yang mengakibatkan terjadinya mutasi merugikan yang berefek letal (mematikan) bagi hewan dan tanaman

5.      Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan. Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2).  Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah.  Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal.  Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.

6.      Industri
Pembakaran bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi telah meningkatkan gas-gas rumah kaca. Pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar minyak bumi dan batu bara, serta mesin-mesin kendaraan bermotor banyak melepaskan sejumlah gasgas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen oksida (NOx) ke atmosfer. Penggunaan Klorofluorokarbon/KFK (Chlorofluorocarbon(CFC) pada penyejuk udara (air conditioner) dan lemari es (refrigerator) menjadikan gas KFK ikut dilepaskan ke atmosfer. Gas KFK juga dilepaskan ke udara pada saat lemari es dan air conditioner rusak dan ditumpuk sebagai sampah. Lebih jauh, pemanasan global ini mengakibatkan penipisan lapisan ozon.

7.      Pertanian
Pertanian berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam dan penggembalaan. Kegiatan penanaman di sawah dan penggembalaan ternak menghasilkan gas metana (CH4) yang dilepaskan ke atmosfer. Nitrogen oksida (NOx) dilepaskan ke atmosfer ketika pupuk yang mengandung nitrogen digunakan dalam pertanian. Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik seperti kayu dan kotoran hewan juga dilepaskan ke atmosfer. Penggundulan hutan secara ekstensif untuk pembukaan lahan pertanian turut mengurangi kemampuan tanah dalam mengubah karbon dioksida di atmosfer. Kegiatan pertanian telah mengubah komposisi gas-gas dan rumah kaca dan menambah panas atmosfer.
Temperatur atmosfer yang lebih tinggi dapat melelehkan lapisan es di kutub dan gletser. Penambahan panas di Bumi juga meningkatkan temperatur air dan menyebabkan permukaan air laut naik. Diperkirakan, kenaikan temperatur global sebesar 4°C akan menambah ketinggian laut antara 6,5–16,5 meter. Banyak kota-kota besar di dunia berada di dataran pantai yang rendah. Sumber-sumber makanan penting untuk mencukupi kebutuhan pangan banyak dihasilkan dari daerah delta dan dataran banjir. Kenaikan permukaan laut akan menggenangi daerah-daerah kota itu dan menyebabkan kerusakan besar dan mematikan kehidupan.

8.      Penebangan hutan secara liar
 Hutan merupakan sumber utama keanekaragaman hayati karena hutan merupakan tempat tinggal berbagai spesies tanaman dan hewan. Kerusakan hutan yang terjadi karena kebakaran atau penebangan hutan secara luas menyebabkan terjadi penurunan keanekaragaman hayati bahkan kepunahan banyak spesies hewan dan tumbuhan, misalnya Harimau Jawa. Menurut FAO dalam laporan State of World Forest tahun 2009 laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai sekitar 1,87 juta hektar pertahun. Apabila laju kerusakan hutan tidak dikendalikan, hutan Indonesia akan musnah sekitar 15 tahun ke depan.



9.      Polusi gas hasil pembakaran bahan bakar fosil
pembakaran bakar fosil, seperti karbondioksida dan gas metan, menyebabkan punahnya ratusan spesies tanaman dan hewan karena terjadi kenaikan suhu udara secara global (global warming) yang mencapai 1-6 derajat celcius pada tahun 1900 sampai 2100 (IPCC report, 2007).







Dampak Positif Musim Hujan dan Musim Kemarau


Ø  Musim hujan

·         Dampak positif :
1.      Cuaca menjadi lebih sejuk.
Karena pada musim hujan suhu biasanya lebih rendah dibandingkan musim kemarau sehingga cuaca akan terasa lebih sejuk.
2.      Menyuburkan tanah akibatnya turun hujan.
Dengan hujan yang turun tanah dapat lebih subur dan tidak kering.
3.      Air berlimpah.
Karena banyaknya air yang turun saat hujan dan daerah yang sering kekeringan tidak mengalami kekeringan
4.      Bagi daerah yang sering mengalami kekeringan maka dengan adanya musim hujan yang lebih panjang persediaan air menjadi lebih banyak dan masa tanam bagi kebun lebih panjang.
5.      Suplai air di daerah tangkapan air seperti waduk, embung dan danau akan lebih banyak sebagai persediaan untuk pertanian dan air minum di musim kemarau.

·         Dampak negatif :
1.      Susah untuk melakukan aktifitas.
Karena hujan yang terus  menerus orang akan susah untuk melakukan aktifitas di luar rumah.
2.      Hujan yang sangat deras dapat mengakibatkan banjir di beberapa daerah rawan seperti kota-kota besar. Karena di kota-kota besar umumnya tidak banyak pepohonan, sehingga tidak ada yang menyerap air hujan.
3.      Banjir yang terus menerus dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Ketika banjir terjadi banyak rumah-rumah warga yang tergenang dan banyak sampah yang menumpuk hal ini dapat menimbulkan berbagai penyakit.
4.      Berpotensi menyebabkan tanah longsor.
Hujan yang terus menurus yang sangat lebat dapat membuat tanah terkikis.
5.      Kecepatan angin tinggi berpotensi merusak
Pada saat angin muson barat umumnya angin akan bertiup kencang dan akibatnya akan merusak daerah sekitar.
6.      Gelombang laut menjadi tinggi sehingga mengganggu mata pencaharian para nelayan dan transportasi laut. Jika gelombang laut makan nelayan akan susah untuk melaut karena perahu akan susah dikendalikan.
7.      Hujan deras yang terus menerus dapat mengakibatkan beberapa tanaman menjadi rusak. Hujan yang terus menerus juga tidak baik bagi tanaman, pada saat hujan deras tanaman banyak yang rusak seperti tumbang.


Ø  Musim kemarau

·         Dampak positif :
1.      Lebih mudah melakukan aktifitas.
Ketika cuaca cerah orang akan lebih mudah bepergian untuk melakukan aktifitas di luar rumah daripada saat musim hujan.
2.      Pakaian lebih cepat kering.
Dengan adanya sinar matahari pakaian akan lebih cepat kering karena mendapatkan sinar matahari lebih banyak.
3.      Panas matahari dapat menguapkan air laut. Air laut mengandung garam. Jika air laut diuapkan, akan terbentuk garam. Proses pembentukan garam memerlukan sinar matahari atau suhu yang panas untuk hasil lebih baik.
4.      Nelayan lebih mudah untuk melaut dan transportasi laut kancar.
Ketika cuaca cerah maka nelayan akan lebih mudah mencari ikan karena tidak adanya hujan atau angin kencang dan transportasi laut juga tidak akan terganggu.
5.      Dengan adanya musim kemarau bencana tanah longsor dan banjir tidak akan sering terjadi karena tidak ada hujan yang begitu deras.
6.      Dapat digunakan sebagai PLTS
Dengan sinar matahari yang lebih terik dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga surya.

·         Dampak negatif :
1.      Pada daerah-daerah tertentu yang minim air akan mengalami kekeringan.
Jika musim kemarau yang berkepanjang pada daerah-daerah tertentu air sungai akan mengering.
2.      Petani akan kesulitan untuk mengairi sawah.
Musim kemarau yang berkepanjangan dapat mengakibatkan beberapa petani kesulitan mendapatkan air karena minimnya persediaan air.
3.      Jika temperatur udara tinggi akan lebih sering berkeringat.
Cuaca panas membuat orang lebih sering berkeringat dan akibatnya akan menjadi cepat lelah.
4.      Karena panas yang berkepanjangan dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan pada hutan-hutan yang gundul.
5.      Musim kemarau yang terlalu panjang dapat mengakibatkan petani gagal panen. Jika musim kemarau yang berkepanjangan petani akan susah untuk mendapatkan air.


Rabu, 08 Mei 2013

Jenis-jenis Tanah di Indonesia



 

  1. Alluvial

Alluvial adalah tanah yang berasal dari endapan lumpur yang dibawa melalui sungai-sungai. Secara umum, sifat jenis tanah ini mudah digarap, dapat menyerap air, dan permeabel sehingga cocok untuk semua jenis tanaman pertanian. 
Ciri-ciri tanah alluvial yaitu  :
·         Jenis tanah masih muda
·         Belum mengalami perkembangan
·         Berasal dari bahan induk aluvium
·         Tekstur beraneka
Kesuburan umumnya sedang hingga tinggi. Tanah ini cocok ditanami padi, palawija, tembakau, tebu, sayuran, kelapa dan buah-buahan. Jenis tanah ini terdapat di Jawa bagian Utara, Sumatra bagian Timur, Kalimantan bagian Barat dan Selatan.Penyebarannya di lembah-lembah sungai dan dataran pantai seperti misalnya, di Kerawang, Indramayu, Delta Brantas.

 2,  Tanah Andosol


Tanah andosol terbentuk dari endapan abu vulkanik yang telah mengalami pelapukan sehingga menghasilkan tanah yang subur.
Tanah ini memiliki ciri-ciri yaitu :
·         Merupakan jenis tanah mineral yang telah mempunyai perkembangan profil.
·         Warna coklat kekelabuan hingga hitam,
·         Kandungan organiknya tinggi
·         Kelembapannya juga tinggi.
Penyebarannya di daerah beriklim sedang dengan curah hujan diatas 2500 mm/tahun tanpa bulan kering, umumnya di jumpai di daerah lereng atau kerucut volkan dengan ketinggian diatas 800 m diatas permukaan laut. Andosol kebanyakan terdapat di pulau-pulau yang memiliki gunung api aktif, seperti di Sumatra bagian Barat, Jawa, Bali, dan sebagian Nusa Tenggara.

 3.   Tanah Entisol

Entisol berasal dari abu vulkanik hasil erupsi yang dikeluarkan gunung-gunung berapi berupa debu, pasir, kerikil, batu bom dan lapili. Selain itu berasal dari gunduk pasir yang terjadi di sepanjang pantai, misalnya diantara Cilacap dan Parangtritis (selatan Yogyakarta), dan Kerawang. Tanah tipe ini di sepanjang aliran besar merupakan campuran yang mengandung banyak hara tanaman sehingga dianggap subur.
Entisol mempunyai ciri-ciri sebagai berikut yaitu :
·         tanah yang baru berkembang
·         belum ada perkembangan horison tanah,
·         meliputi tanah-tanah yang berada di atas batuan induk dan termasuk tanah yang berkembang dari bahan baru.

 4. Tanah Grumusol

Grumusol adalah tanah yang berasal dari batuan induk kapur dan tuffa vulkanik, sehingga kandungan organiknya rendah. 
Tanah ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         Tanah grumusol pada umumnya mempunyai tekstur liat
·         berwarna kelabu hingga hitam,
·         pH netral hingga alkalis,
·         mudah pecah saat musim kemarau.
Di Indonesia, jenis tanah ini terbentuk pada tempat-tempat yang tingginya tidak lebih dari 300 m di atas permukaan laut dengan topografi agak bergelombang hingga berbukit, temperatur rata-rata 25oC, curah hujan <2.500 mm, dengan pergantian musim hujan dan kemarau yang nyata. Persebarannya meliputi Sumatra Barat, Jawa Barat (daerah Cianjur), Jawa Tengah (Demak, Grobogan), Jawa Timur (Tuban, Bojonegoro, Ngawi, Madiun, dan Bangil), serta di Nusa Tenggara Timur. Pemanfaatan jenis tanah ini pada umumnya untuk jenis vegetasi rumputrumputan atau tanaman keras semusim (misalnya pohon jati).

5. Tanah Inceptisol

Inceptisol adalah tanah yang terbentuk dari batuan beku, sedimen, atau metamorf masam atau basa.
Inceptisol memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 
·         adanya horizon kambik ,
·         terdapat horizon penumpukan liat <20% dari horizon diatasnya,
·      tanah yang mulai berkembang tetapi belum matang yang ditandai oleh perkembangan profil yang lebih lemah, mencakup tanah sulfat masam (Sulfaquept) yang mengandung horison sulfurik yang sangat masam, tanah sawah(aquept) dan tanah latosol.
Tanah jenis ini banyak terdapat di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Sebagain besar tanah ini ditanami palawija (jawa) dan hutan/semak belukar (sumatera dan Kalimantan).

6. Tanah Kapur

Tanah kapur adalah tanah yang berasal dari batuan kapur yang pada umumnya.
Tanah ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         Terdapat di daerah pegunungan kapur
·         Berumur tua
·         Terdapat Tanah ini tidak subur, tetapi masih dapat ditanami pohon jati, seperti daerah hutan jati di Pegunungan Kendeng, Blora, Jawa Tengah, dan di Pegunungan Sewu, Gunung Kidul, Yogyakarta. .
Persebarannya banyak terdapat di daerah pegunungan kapur, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara, Jawa Barat, Sulawesi, Maluku dan Sumatera.

 7.  Tanah Laterit

Tanah laterit adalah tanah hasil pencucian atau tanah yang terjadi karena pengaruh suhu yang tinggi dan curah hujan tinggi sehingga kekurangan unsur hara, kurang subur, dan tandus. Tanah laterit banyak mengandung zat besi dan aluminium. Karena tua sekali maka tanah ini sudah tidak subur lagi.
Tanah laterit memiliki ciri-ciri sebagai berikut :          
·         Tanah laterit berwarna merah sehingga disebut pula tanah merah
·         CH intensif, sehinggga drainase intensif
·         Memiliki solum 10-20 m
·         Memiliki nilai Chroma dan Value tinggi
·         Perkembangan horison lanjut
·         pH tanah masam
·         Kadar lempung tinggi, tipe 1:1 (kaolinit)
·         KB dan KPK rendah
·         Kadar BO rendah
·         Kurang baik untuk pertanian
Tanah jenis ini banyak terdapat di daerah Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Barat dan Lampung.

8..  Tanah Litosol

Tanah litosol belum lama mengalami perkembangan tanah, akibat pengaruh iklim yang lemah, letusan vulkan, atau topografi yang terlalu miring atau bergelombang. Tanah litosol harus diusahakan agar dipercepat pembentukan tanahnya, antara lain dengan penghutanan atau tindakan lain untuk mempercepat proses pelapukan. 
Tanah litosol memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         Tanah jenis ini merupakan tanah mineral dengan sedikit perkembanan profil,
·         Tekstur tanah beraneka dan pada umumnya berpasir, tidak bertekstur, warna, kandungan batu, kerikil dan kesuburan bervariasi.
·         Litosol dapat dijumpai di segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, dan kemiringan lereng miring hingga curam. 
Tanah litosol terdapat di daerah pegunungan kapur dan daerah karst di Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, Nusa Tenggara, dan Maluku Selatan.

 9. Tanah Organosol

Tanah organosol adalah tanah yang terjadi dari bahan induk organik, seperti gambut dan rumput rawa pada iklim basah dengan curah hujan lebih dari 2.500 mm/tahun. 
Tanah ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
·         Tidak tejadi deferensiasi horison secara jelas,
·         ketebalan lebih dari 0,5 m,
·         warna coklat hingga kehitaman,
·         tekstur debu lempung, tidak berstruktur,
·         konsistensi agak lekat,
·         kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir,
·         umumnya bersifat sangat asam (pH 4,0)
·         kandungan unsur hara rendah. 
Jenis tanah ini terdapat di Jawa, daerah pasang surut di daratan Timur Sumatra, pantai Kalimantan bagian barat dan selatan, serta pantai Papua (Irian jaya) bagian barat dan selatan yang kesemuanya kaya akan unsur hara.

Tanah organosol terdiri dari :
a.       Tanah humus

.                 Tanah humus adalah tanah hasil pelapukan tumbuh-tumbuhan (bahan organik)Tanah humus ini sangat subur dan cocok untuk lahan pertanian, warnanya kehitaman. Tanah jenis ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

b.    Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah hasil pembusukan yang kurang sempurna dari tumbuhan di daerah yang selalu tergenang air seperti rawa-rawa. Karena kekurangan unsur hara dan peredaran udara di dalamnya tidak lancar, proses penghancuran tanah ridak sempurna. Tanah jenis ini kurang baik untuk pertanian.

10. Tanah Podzolik Merah Kuning

Tanah podzolik merah kuning merupakan jenis tanah yang memiliki persebaran terluas di Indonesia.
Tanah ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         Berasal dari bahan induk batuan kuarsa di zona iklim basah dengan curah hujan antara 2.500 – 3.000 mm/tahun.
·         Sifatnya mudah basah dan mudah mengalami pencucian oleh air hujan, sehingga kesuburannya berkurang.
·          Dengan pemupukan yang teratur, jenis tanah ini dapat dimanfaatkan untuk persawahan dan perkebunan.
Tersebar di dataran-dataran tinggi Sumatra, Sulawesi, Papua, Kalimantan, Jawa Barat, Maluku, dan Nusa Tenggara.

11.  Tanah podsol

Tanah podsol terbentuk karena pengaruh curah hujan yang tinggi dan suhu yang rendah. 
Tanah podsol mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
·         jenis tanah ini tidak mempunyai perkembangan profil,
·         tekstur lempung hingga pasir,
·         kandungan pasir kuarsanya tinggi,
·         kesuburannya rendah dan warnanya kuning dan kuning kelabu.
·         Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan kering. Misalnya daerah Kalimantan Tengah, Sumatra Utara dan Irian Jaya

12.  Mediteran merah kuning

·         Tanah ini mengalami perkembangan profil.
·         Solum sedang hingga dangkal.
·         Warna cokelat hingga merah.
·         Mempunyai horizon B argilik.
·         Tektur geluh hingga lempung.
·         Struktur gumpal bersudut.
·         Konsistensi padat dan lekat bila basah.
·         PH netral hingga agak basa.
·         Kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang.
·         Permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi.
·         Berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanik bersifat basa.
·         Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m.

13.  Tanah Hidromorf Kelabu

Tanah hidromorf kelabu terbentuk akibat pelapukan batuan tufa vulkanik asam dan batu pasir.
Tanah hidromof kelabu memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         warna kelabu hingga kekuningan.
·         horison atas tercuci.
·         Sifat fisik jelek,
·         sifat kimia kurus,
·         permeabilitas lambat danpeka erosi.
·         Penyebarannya ada di dataran rendah atau cekungan di sebelah utara Pati dan Rembang denganluas lebih kurang 20.000 ha.
Umumnya jenis tanah ini dijumpai di wilayah dengan drainase jelek dan curah hujan cukup. Hidromorf Kelabu berasosiasi dengan Planosol dan Podsolik Merah Kuning.Jenis tanah ini setara dengan Grauwaarde (Thorenaar,1933; Idenburg,1937; Dames,1949).

14.  Tanah Padas

Tanah padas adalah tanah yang amat padat, karena mineral di dalamnya dikeluarkan oleh air yang terdapat di lapisan tanah sebelah atasnya. Sebenarnya tanah padas tidak dapat dikatakan tanah, karena tanah telah hilang dan sisanya terdiri dari lapukan batuan induk. Kandungan organik tanah ini rendah bahkan hampir tidak ada dan peka terhadap erosi. Jenis tanah ini terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia.

15.  Tanah Pasir

Tanah pasir adalah tanah yang berasal dari batu pasir yang telah melapuk.
Tanah pasir memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         Tanah ini sangat miskin,
·         Tidak berstruktur,
·         Sedikit mengandung bahan organik
·         kadar air di dalamnya sangat sedikit.
Tanah pasir terdapat di pantai barat Sumatra Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi. Tanah pasir yang terdapat di pantai berpasir disebut sand dune. Di daerah ini dipengaruhi oleh angin, seperti bukit pasir di Pantai Parangtritis, Yogyakarta.

16.  Tanah Rendzina

Tanah rendzina tersebar tidak begitu luas di beberapa pulau Indonesia. Berdasarkan luasannya, daerah-daerah di Indonesia yang memiliki jenis tanah ini adalah Maluku, Papua, Aceh, Sulawesi Selatan, Lampung, dan Pegunungan Kapur di Jawa.
Rendzina memiliki ciri-ciri yaitu :
·         merupakan tanah padang rumput yang tipis berwarna gelap,
·         terbentuk dari kapur lunak, batu-batuan mergel, dan gips.
·         Pada umumnya memiliki kandungan Ca dan Mg yang tinggi dengan pH antara 7,5 – 8,5
·         peka terhadap erosi.
·         Jenis tanah ini kurang bagus untuk lahan pertanian, sehingga dibudidayakan untuk tanaman-tanaman keras semusim dan palawija

17.  Tanah Ultisol

Ultisol adalah tanah asam dengan lapisan yang dalam, terbentuk di hutan dan terdiri dari tanah liat.
Ciri-ciri tanah ini yaitu :
·         kandungan bahan organik,
·         kenjenuhan basa dan pH rendah (pH 4,2-4,8),
·         terjadi proses podsolisasi: proses pecucian bahan organik dan seskuioksida dimana terjadi penimbunan Fe dan Al dan Si tercui,
·         bahan induk seringkali berbecak kuning, merah dan kelabu tak begitu dalam tersusun atas batuan bersilika, batu lapis, batu pasir, dan batu liat,
·         terbentuk dalam daerah iklim seperti Latosol, perbedaan karena bahan induk : Latosol terutama berasal dari batuan volkanik basa dan intermediate, sedang tanah Ultisol berasal dari batuan beku dan tuff.
Tanah yang paling luas penyebarannya di Indonesia: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan sebagian Jawa . Sebaiknya tanah ini dihutankan atau untuk perkebunan seperti : kelapa sawit, karet dan nanas


18.  Tanah Vulkanis

Tanah vulkanis adalah tanah yang berasal dari pelapukan batuan-batuan vulkanis, baik dari lava/batu yang telah membeku (effusi) maupun dari abu vulkanis yang telah membeku (efflata). Daerah pembekuan lava tidak begitu luas dibanding daerah abu vulkanis. Contoh tanah vulkanis, yaitu tanah tuff yang terbentuk dari abu gunung api dan bersifat sangat subur. Tanah tuff terdapat di Lampung, palembang, dan Sumatra Barat, sedangkan daerah yang terkena letusan gunung berapi terisi abu vulkanis, seperti Bandung, Garut, dan sekitarnya baik untuk jenis pertanian karena sangat subur. Tanah vulkanis terdapat di Jawa, Sumatra, Bali, dan beberapa wilayah lain yang memiliki gunung api.
Tanah vulkanis terdiri dari :

a.       Tanah Regosol

Tanah regosol adalah tanah yang terbentuk akibat pelapukan batuan yang mengandung abu vulkanik, pasir pantai dan nafal.
Ciri-cirinya yaitu :
·         merupakan erupsi gunung berapi
·         Jenis tanah masih muda,
·         belum mengalami deferensiasi horison
·         bersifat subur,
·         berbutir kasar,
·         berwarna keabuan,
·         kaya unsur hara,
·         pH 6 – 7,
·         cenderung gembur,
·         kemampuan menyerap air tinggi,
·         dan mudah tererosi.
Persebaran jenis tanah ini di Indonesia terdapat di setiap pulau yang memiliki gunung api, baik yang masih aktif ataupun yang sudah mati. Seperti Jawa, Sumatra, dan Madura. Banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian

b.      Tanah Latosol

Latosol adalah tanah yang terbentuk dari batuan beku,sedimen,dan metafomorf. 
Tanah latosol memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
·         merupakan jenis tanah yang telah berkembang atau terjadi deferensiasi horison,
·         solum dalam,
·         tekstur lempung,
·         warna coklat, merah hingga kuning,
·         tersebar di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 3000 mm/tahun,
·         ketinggian tempat berkisar antara 300-1000 meter di atas permukaan laut,
·         mudah menyerap air, memiliki pH 6 – 7 (netral) hingga asam,
·         memiliki zat fosfat yang mudah bersenyawa dengan unsur besi dan aluminium,
·         kadar humusnya mudah menurun.
Tanah ini tersebar di kawasan Bukit Barisan (Sumatra), Jawa, Kalimantan Timur dan Selatan, Bali, Papua, dan Sulawesi.


19.  Tanah Mergel


Tanah mergel adalah tanah yang terjadi dari campuran batuan kapur, pasir dan tanah liat. Pembentukan tanah mergel dipengaruhi oleh hujan yang tidak merata sepanjang tahun. Tanah mergel termasuk jenis tanah yang subur dan banyak terdapat di lereng pegunungan dan dataran rendah, misalnya Solo (Jawa Tengah), Madiun, dan Kediri (Jawa Timur).