Laman

Kamis, 06 Juni 2013

Awan

Pengertian Awan
Awan adalah kumpulan titik air atau kristal es diudara yang terjadi karena kondensasi uap air di udara yang melebih titik jenuh. Terbentuknya awan dikarenakan udara yang banyak mengandung uap air mengalami proses pendinginan sehingga mencapai titik embun.
Proses pendinginan terjadi karena udara terdorong ke atas sampai atmosfir, dimana suhunya lebih rendah dibandingkan permukaan. Seiring dengan kenaikan udara panas di ketinggian, tekanan udarapun berkurang. Kondisi ini menyebabkan udara yang mengandung uap air menyebar dan mengalami pendinginan. Dan pada saat mencapai titik embun, udara menyatu dengan uap air. Seluruh uap air yang terkondensasi dalam udara tersebut membeku dan membentuk embun sehingga terlihat sebagai butiran-butiran awan.

Terbentuknya Awan
Udara selalu mengandung uap air. Apabila uap air meluap menjadi titik-titik air, terbentuklah awan. Peluapan ini berlaku dengan cara:
  • Bila udara panas, lebih banyak uap terkandung didalam udara karena air lebih cepat menguap. Udara panas yang sarat dengan air akan naik tinggi, hingga tiba disatu lapisan dengan suhu yang lebih rendah, uap itu akan mencari dan terbentuklah awan, molekul-molekul titik air yang tak terhingga banyaknya.
  • Bila awan telah terbentuk, titik-titik air dalam awan akan menjadi semakin besari dan awan itu akan menjadi semakin berat, dan perlahan-lahan daya tarikan bumi menariknya ke bawah hingga sampai satu peringkat titik-titik itu akan terus jatuh ke bawah dan turunlah hujan.
  • Jika titik-titik air tersebut bertemu udara panas, titik-titik itu akan menguap dan lenyaplah awan itu. Inilah yang menyebabkan awan selalu berubah bentuknya. Air yang terkandung di dalam awan silih berganti menguap dan mencair. Inilah yang menyebabkan kadang-kadang ada awan yang tidak membawa hujan.
Jenis-Jenis Awan
Awan dapat terjadi pada setiap tingkat atmosfer dimana ada kelembaban yang cukup untuk memungkinkan kondensasi berlangsung. Lapisan atmosfer dimana awan itu berada biasanya di lapisan troposfer, meskipun puncak beberapa badai petir sesekali menembus lapisan diatas troposfer (tropopause).

Karena berbagai macam suhu dan pergerakan udara di troposfer, awan bervariasi dalam struktur dan komposisi (kombinasi dari kristal es dan air). Akibatnya, awan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama: awan tingkat rendah, menengah dan tinggi.


1.      Awan tinggi, berada pada ketinggian 6-12 km di atas permukaan laut

a.       Cirrus
                  


Awan cirrus adalah Awan Tingkat Tinggi dengan ciri-ciri tipis, berserat seperti bulu burung. Pada awan ini terdapat kristal-kristal es. Terkadang puncak awan cirrus bergerak dengan cepat. Arah anginnya juga dapat bervariasi. Awan ini halus dan berstruktur seperti serat, sering tersusun seperti pita yang melengkung di langit. Sehingga seakan-akan tampak bertemu pada satu atau dua titik pada horizon, dan sering terdapat kristal es. Awan ini tidak menimbulkan hujan. Jika terkena sinar Matahari atau Bulan tidak akan menimbulkan bayangan
  
b.      Cirro stratus


Awan cirro stratus adalah sebuah lapisan cadar tipis yang biasanya menimbulkan halus. Matahari dan Bulan terlihat di garis yang jelas. Biasanya mengental menjadi menjelang altostratus depan hangat atau daerah tekanan rendah. Awan  cirro stratus berwarna putih cerah, kelihatan memiliki texture yang tipis dan lembut.

c.       Cirro cumulus 

Merupakan kelompok Awan Tingkat Tinggi antara 6 km-12 km. Awan ini terputus-putus dengan kristal-kristal es sehingga bentuknya seperti segerombolan domba dan dapat menimbulkan bayangan. Awan cirro cumulus adalah sebuah lapisan awan konveksi terbatas, muncul sebagai massa bulat kecil putih atau serpih dalam kelompok atau baris dengan riak seperti pasir di pantai. Awan cirro cumulus nampak mirip dengan awan Alto cumulus, namun kelihatan lebih rapat menyerupai sisik ikan.

2.      Awan menengah berada pada ketinggian 3-6 km di atas permukaan laut

a.       Alto Cumulus



Sebuah lapisan awan konveksi yang terbatas biasanya dalam bentuk patch tidak teratur atau bulat dalam kelompok massa, garis, atau gelombang. Alto cumulus tinggi mungkin mirip cirro cumulus tetapi basis menunjukkan setidaknya beberapa bayangan abu-abu terang. Awan ini kecil-kecil tetapi banyak. Biasanya berbentuk seperti bola yang agak tebal berwarna putih sampai pucat dan ada bagian yang kelabu. Awan ini bergerombol dan sering berdekatan sehingga tampaknya saling bergandengan.

b.      Alto stratus


Awan Alto stratus adalah awan yang memiliki karakter abu-abu namun sangat terang. Karena terang, garis-garis pinggirnya tidak keliatan dan seolah-olah awan itu menyatu dengan langit. Awan Alto stratus berpotensi bahaya, karena dapat mengakibatkan tumbuhnya es Awan yang nampak berserat dan seragam tapi berwarna kelabu atau kebiruan menutupi sebagian atau seluruh langit. 

3.      Awan rendah, kira-kira pada ketinggian 3 km di atas permukaan laut.

a.       Strato Cumulus


Srato cumulus adalah awan yang tebal luas dan bergumpal-gunpal
b.      Sratus

Stratus merupakan awan yangcukup rendah dan sangat luas. Tingginya di bawah 2000 m. Lapisannya melebar seperti kabut dan berlapis.

c.       Nimbo Sratus

Nimbo Stratus merupakan awan yang bentuknya tidak menentu dengan pinggir compang – camping. Di Indonesia awan ini hanya menimbulkan gerimis. Awan ini berwarna putih kegelapan yang penyebarannya di langit cukup luas.
4.      Awan yang terjadi karena udara naik, berada pada ketinggian 500-1500 m di atas permukaan laut.

a.       Cumulus

Awan cumulus letaknya rendah, terpisah-pisah. Bagian dasarnya berwarna hitam dan atasnya putih berbentuk kubah seperti kapas. Puncaknya berkepul-kepul membulat agak tinggi dan punya dasar horizontal, tebal, terbentuknya pada siang hari dalam udara yang naik.

b.      Cumulus nimbus

Cumbulus Nimbus merupakan awan yang berwarna putih / gelap. Terletak pada ketinggian kira-kira 1000 kaki dan puncaknya punya ketinggian lebih dari 3500 kaki. Awan ini menimbulkan hujan dengan kilat dan guntur. Awan ini berhubungan erat dengan hujan deras, petir, tornado dan badai

Faktor-faktor Penyebab Pemanasan Global




1.      Efek rumah kaca
Sumber energi yang ada di Bumi berasal dari Matahari. Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.  Sebenarnya Efek rumah kaca sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpa Efek Rumah Kaca, Bumi akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)dari temperaturnya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.

2.      Efek Umpan Balik
Penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh  proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca, pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara, kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer.

Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa detai-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.

Umpan balik  lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut, daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan.Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2 dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost) adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik positif. Kemampuan lautan untuk menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi pertumbuhan diatom daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah

3.      Variasi Matahari                                                                                 
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari akan memanaskan stratosfer  sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati sejak tahun 1960, yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan sejak tahun 1950.

Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuan dari Duke University mengestimasikan bahwa Matahari mungkin telah berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan temperatur rata-rata global selama periode 1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat estimasi berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas rumah kaca.

Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat "keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985, baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.

4.      Pemakaian Freon
Pemakaian freon juga turut menyumbang kepunahan banyak jenis tanaman dan hewan karena freon yang lepas ke atmosfer menyebabkan lapisan ozon menjadi berlubang sehingga sinar ultraviolet dari matahari langsung menuju ke bumi yang mengakibatkan terjadinya mutasi merugikan yang berefek letal (mematikan) bagi hewan dan tanaman

5.      Kerusakan Hutan
Kerusakan hutan. Salah satu fungsi tumbuhan yaitu menyerap karbondioksida (CO2), yang merupakan salah satu dari gas rumah kaca, dan mengubahnya menjadi oksigen (O2).  Saat ini di Indonesia diketahui telah terjadi kerusakan hutan yang cukup parah.  Laju kerusakan hutan di Indonesia, menurut data dari Forest Watch Indonesia (2001), sekitar 2,2 juta/tahun. Kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh kebakaran hutan, perubahan tata guna lahan, antara lain perubahan hutan menjadi perkebunan dengan tanaman tunggal secara besar-besaran, misalnya perkebunan kelapa sawit, serta kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Dengan kerusakan seperti tersebut diatas, tentu saja proses penyerapan karbondioksida tidak dapat optimal.  Hal ini akan mempercepat terjadinya pemanasan global.

6.      Industri
Pembakaran bahan bakar fosil untuk memenuhi kebutuhan energi telah meningkatkan gas-gas rumah kaca. Pembangkit-pembangkit listrik berbahan bakar minyak bumi dan batu bara, serta mesin-mesin kendaraan bermotor banyak melepaskan sejumlah gasgas rumah kaca seperti karbon dioksida (CO2), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen oksida (NOx) ke atmosfer. Penggunaan Klorofluorokarbon/KFK (Chlorofluorocarbon(CFC) pada penyejuk udara (air conditioner) dan lemari es (refrigerator) menjadikan gas KFK ikut dilepaskan ke atmosfer. Gas KFK juga dilepaskan ke udara pada saat lemari es dan air conditioner rusak dan ditumpuk sebagai sampah. Lebih jauh, pemanasan global ini mengakibatkan penipisan lapisan ozon.

7.      Pertanian
Pertanian berkaitan dengan kegiatan bercocok tanam dan penggembalaan. Kegiatan penanaman di sawah dan penggembalaan ternak menghasilkan gas metana (CH4) yang dilepaskan ke atmosfer. Nitrogen oksida (NOx) dilepaskan ke atmosfer ketika pupuk yang mengandung nitrogen digunakan dalam pertanian. Karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari pembakaran bahan organik seperti kayu dan kotoran hewan juga dilepaskan ke atmosfer. Penggundulan hutan secara ekstensif untuk pembukaan lahan pertanian turut mengurangi kemampuan tanah dalam mengubah karbon dioksida di atmosfer. Kegiatan pertanian telah mengubah komposisi gas-gas dan rumah kaca dan menambah panas atmosfer.
Temperatur atmosfer yang lebih tinggi dapat melelehkan lapisan es di kutub dan gletser. Penambahan panas di Bumi juga meningkatkan temperatur air dan menyebabkan permukaan air laut naik. Diperkirakan, kenaikan temperatur global sebesar 4°C akan menambah ketinggian laut antara 6,5–16,5 meter. Banyak kota-kota besar di dunia berada di dataran pantai yang rendah. Sumber-sumber makanan penting untuk mencukupi kebutuhan pangan banyak dihasilkan dari daerah delta dan dataran banjir. Kenaikan permukaan laut akan menggenangi daerah-daerah kota itu dan menyebabkan kerusakan besar dan mematikan kehidupan.

8.      Penebangan hutan secara liar
 Hutan merupakan sumber utama keanekaragaman hayati karena hutan merupakan tempat tinggal berbagai spesies tanaman dan hewan. Kerusakan hutan yang terjadi karena kebakaran atau penebangan hutan secara luas menyebabkan terjadi penurunan keanekaragaman hayati bahkan kepunahan banyak spesies hewan dan tumbuhan, misalnya Harimau Jawa. Menurut FAO dalam laporan State of World Forest tahun 2009 laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai sekitar 1,87 juta hektar pertahun. Apabila laju kerusakan hutan tidak dikendalikan, hutan Indonesia akan musnah sekitar 15 tahun ke depan.



9.      Polusi gas hasil pembakaran bahan bakar fosil
pembakaran bakar fosil, seperti karbondioksida dan gas metan, menyebabkan punahnya ratusan spesies tanaman dan hewan karena terjadi kenaikan suhu udara secara global (global warming) yang mencapai 1-6 derajat celcius pada tahun 1900 sampai 2100 (IPCC report, 2007).







Dampak Positif Musim Hujan dan Musim Kemarau


Ø  Musim hujan

·         Dampak positif :
1.      Cuaca menjadi lebih sejuk.
Karena pada musim hujan suhu biasanya lebih rendah dibandingkan musim kemarau sehingga cuaca akan terasa lebih sejuk.
2.      Menyuburkan tanah akibatnya turun hujan.
Dengan hujan yang turun tanah dapat lebih subur dan tidak kering.
3.      Air berlimpah.
Karena banyaknya air yang turun saat hujan dan daerah yang sering kekeringan tidak mengalami kekeringan
4.      Bagi daerah yang sering mengalami kekeringan maka dengan adanya musim hujan yang lebih panjang persediaan air menjadi lebih banyak dan masa tanam bagi kebun lebih panjang.
5.      Suplai air di daerah tangkapan air seperti waduk, embung dan danau akan lebih banyak sebagai persediaan untuk pertanian dan air minum di musim kemarau.

·         Dampak negatif :
1.      Susah untuk melakukan aktifitas.
Karena hujan yang terus  menerus orang akan susah untuk melakukan aktifitas di luar rumah.
2.      Hujan yang sangat deras dapat mengakibatkan banjir di beberapa daerah rawan seperti kota-kota besar. Karena di kota-kota besar umumnya tidak banyak pepohonan, sehingga tidak ada yang menyerap air hujan.
3.      Banjir yang terus menerus dapat menimbulkan berbagai penyakit.
Ketika banjir terjadi banyak rumah-rumah warga yang tergenang dan banyak sampah yang menumpuk hal ini dapat menimbulkan berbagai penyakit.
4.      Berpotensi menyebabkan tanah longsor.
Hujan yang terus menurus yang sangat lebat dapat membuat tanah terkikis.
5.      Kecepatan angin tinggi berpotensi merusak
Pada saat angin muson barat umumnya angin akan bertiup kencang dan akibatnya akan merusak daerah sekitar.
6.      Gelombang laut menjadi tinggi sehingga mengganggu mata pencaharian para nelayan dan transportasi laut. Jika gelombang laut makan nelayan akan susah untuk melaut karena perahu akan susah dikendalikan.
7.      Hujan deras yang terus menerus dapat mengakibatkan beberapa tanaman menjadi rusak. Hujan yang terus menerus juga tidak baik bagi tanaman, pada saat hujan deras tanaman banyak yang rusak seperti tumbang.


Ø  Musim kemarau

·         Dampak positif :
1.      Lebih mudah melakukan aktifitas.
Ketika cuaca cerah orang akan lebih mudah bepergian untuk melakukan aktifitas di luar rumah daripada saat musim hujan.
2.      Pakaian lebih cepat kering.
Dengan adanya sinar matahari pakaian akan lebih cepat kering karena mendapatkan sinar matahari lebih banyak.
3.      Panas matahari dapat menguapkan air laut. Air laut mengandung garam. Jika air laut diuapkan, akan terbentuk garam. Proses pembentukan garam memerlukan sinar matahari atau suhu yang panas untuk hasil lebih baik.
4.      Nelayan lebih mudah untuk melaut dan transportasi laut kancar.
Ketika cuaca cerah maka nelayan akan lebih mudah mencari ikan karena tidak adanya hujan atau angin kencang dan transportasi laut juga tidak akan terganggu.
5.      Dengan adanya musim kemarau bencana tanah longsor dan banjir tidak akan sering terjadi karena tidak ada hujan yang begitu deras.
6.      Dapat digunakan sebagai PLTS
Dengan sinar matahari yang lebih terik dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga surya.

·         Dampak negatif :
1.      Pada daerah-daerah tertentu yang minim air akan mengalami kekeringan.
Jika musim kemarau yang berkepanjang pada daerah-daerah tertentu air sungai akan mengering.
2.      Petani akan kesulitan untuk mengairi sawah.
Musim kemarau yang berkepanjangan dapat mengakibatkan beberapa petani kesulitan mendapatkan air karena minimnya persediaan air.
3.      Jika temperatur udara tinggi akan lebih sering berkeringat.
Cuaca panas membuat orang lebih sering berkeringat dan akibatnya akan menjadi cepat lelah.
4.      Karena panas yang berkepanjangan dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran hutan pada hutan-hutan yang gundul.
5.      Musim kemarau yang terlalu panjang dapat mengakibatkan petani gagal panen. Jika musim kemarau yang berkepanjangan petani akan susah untuk mendapatkan air.